Selasa, 13 September 2011

Koreksi Diri

Dalam 2 minggu ini, guru2 di 4 sekolah 'besar' di ibukota Kaltim, yakni SMP N 1 dan 2, SMAN 1 dan 10 Samarinda, ada sebagian yang 'resah'. Resah dengan pernyataan Kepala Dinas Pendidikan di media massa bahwa akan ada resuffle ( kayak kabinet aja) bagi Kepsek dan guru2 di ke 4 sekolah yang ber 'label' RSBI itu.
Dengan alasan tanpa koordinasi dan pemberitahuan sejak dini, beberapa guru saya dengar ada yg rada 'stres' ato gelisah krn kawatir akan dipindahkan ke sekolah lain yg notabene bukan sekolah 'unggulan'. Beragam komentar disampaikan. Dari mulai yg kawatir, biasa2 aja, atau ada malah yang menantang : kalo mau di tes, tes aja.
Salah satu latar belakang kenapa akan di resuffle nya komposisi guru di sekolah2 tersebut adalah, penyesuaian antara status sekolah yang disandang, dengan kondisi guru yang kebetulan 'beruntung' ditempatkan di sana. Selain itu adanya insentif khusus bagi guru yang kata nya kelak akan 'layak' mengajar disana.
Aku yang sejak awal masuk ke Smansa setelah 3 tahun bertugas di daerah (1993-1997) merasa biasa biasa aja. Karena aku mutasi ke Smansapun dengan proses yang tidak mudah,meskipun rekomendasi sudah ditangan, tapi ada beberapa pihak yang hampir menggagalkan legalisasi kepindahanku. Beruntung aku punya orang yang mendukungku (thank for bu Nur and Pak Sujai).
Bertugas di Smansa membuat aku harus mengembangkan diri dan kemampuan. Seandainya aku masih bertugas di Teluk Dalam, mungkin aku GA TEK sampai sekarang. Mungkin aku gak bs melihat Malaysia atau Singapura dengan gratis, ataupun melihat beberapa kota besar di Indonesia.
Bertugas di Smansa yang notabene adalah sekolah yang banyak menampung siswa berprestasi memacuku untuk terus belajar dan belajar karena aku harus bisa lebih dari anak didikku. (meskipun aku masih banyak kekurangan)
Apapun yang akan dilakukan Diknas terhadap Smansa sesungguh nya untuk lebih memajukan pendidikan di Kaltim. Dengan kata lain, seluruh guru Smansa tidak boleh terbuai dengan nyamannya mengajar di Smansa ( nyaman dr segi fasilitas dan anak didik, bukan dr segi materi). Guru Smansa harus banyak koreksi dan bersyukur dengan apa yang diperoleh dari Smansa. Kalau kita memang sudah berbuat semaksimal mungkin demi kemajuan anak didik kita (misalnya dengan tdk sering membolos, lebih mementingkan Smansa dr pd pekerjaan lain, mengajar sesuai dengan kriteria) kenapa kita harus takut dengan adanya resuffle ? Toh kalo kita memang layak tetap di Smansa, kita akan tetap mengabdi di sekolah ini, dan kalo benar akan dapat insetif khusus. Jadi gak perlu resah deh